Minggu, 28 November 2010

KEBIJAKAN MONETER

TUJUAN KEBIJAKAN MONETER

Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve) menerapkan kebijakan moneter yang beragam karena terjadi perubahan prioritas perekonomian dan perubahan pandangan tentang stabilitas perekonomian Amerika Serikat. Khususnya Bank Sentral Amerika Serikat berupaya menstabilkan serta memperkuat bank-bank komersialnya dengan bertindak sebagai penyedia dana terakhir (lender of last resort). Pada tahun 1920-an, efek dari pembelian dan penjualan surat-surat berharga (operasi pasar terbuka) telah dirasakan, dan Bank Sentral New York (Federal Reserve New York) melakukan operasi pasar terbuka yang defensif untuk menjaga stabilitas bank-bank yang menjadi anggotanya. Kebijakan-kebijakan selama tahun-tahun depresi adalah Bank Sentral Amerika Serikat sangat tidak efektif; berbagai kesalahan banyak dilakukan karena presepsi yang salah tentang perlunya cadangan emas dan kelebihan cadangan yang dimiliki bank-bank komersial. Selama tahuun 1930-an diselenggarakan restrukturisasi Bank Sentral Amerika Serikat; otoritas Bank Sentral Amerika dilimpahkan dari bank-bank regional kepada Dewan Gubernur yang baru diciptakan di Washington DC; menetapkan cadangan wajib yang bervariasi sebagai piranti kebijakan;mendirikan Komite Operasi Pasar Terbuka (FOMC) untuk merumuskan operasi pasar terbuka.

Sumber : "Uang dan Bank" - Diulio

PIRANTI KEUANGAN PASAR UANG DAN LEMBAGA PERANTARA KEUANGAN

1. PENDAHULUAN

Pasar uang merupakan pasar bagi para pedagang yang memperjualbelikan piranti keuangan dengan denominasi yang benar. Karena dana yang berasal dari unit surplus kebayakan tidak cukup besar untuk membeli piranti keuangan, maka muncul kebutuhan akan lembaga keuangan yang dapat menawarkan piranti keuangan jangka pendek dengan denominasi yang lebih kecil. Dengan kebijakan deregulasi lembaga keuangan yang diambil pada tahun 1980 dan 1982, piranti keuangan diperluas, dan lembaga-lembaga keuangan dimungkinkan untuk menawarkan piranti keuangan dengan perolehan yang lebih kompetitif dibandingkan dengan piranti keuangan yang telah ada di pasar uang.

2. PASAR UANG

Piranti keuangan yang diperjualbelikan di pasar uang terdiri dari piranti yang : berisiko rendah, likuid, denominasi besar, dan berjangka pendek (kurang dari 1tahun). Pasar uang tidak memiliki tempat secara fisik meskipun Kota New York dipertimbangkan sebagai pusat pasar uang, karena agen dan bank berkumpul di lokasi tersebut. Beberapa peminjam dan pemberi pinjaman menggunakan pasar uang tersebut guna menyesuaikan posisi likuiditas mereka, namun dalam pasar uang tersebut, sejumlah besar pinjaman merupakan pinjaman jangka panjang melalui perpanjangan piranti keuangan jangka pendek pada saat jatuh tempo. Piranti pasar uang yang utama di Amerika Serikat adalah surat-surat berharga pemerintah Amerika Serikat, sertifikat deposito yang dapat diperjualbelikan, surat-surat berharga pasar uang, wesel, dan perjanjian pembelian kembali surat-surat berharga.

· Wesel

Wesel merupakan surat berharga berjangka yang ditandatangani oleh bank dengan janji bahwa bank akan membayar sejumlah tertentu pada hari yang ditentukan. Pada umumnya wesel digunakan untuk membiayai impor dan ekspor Amerika Serikat. Biasanya jangka waktu wesel adalah 90 hari tetapi jatuh temponya berkisar antara 30 sampai dengan 180 hari.

· Perjanjian Pembelian Kembali Surat-Surat Berharga

PerjanJian pembelian kembali surat-surat berharga (repurchase agreement/RP) adalah penjualan surat-surat berharga dengan jaminan akan dibeli kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pemilik surat berharga akan memperoleh dananya tanpa harus menjualnya di pasar uang yang mengandung risiko suku bunga. Secara faktual RP adalah pemberian pinjaman jangka pendek kepada pemilik surat-surat berharga. Jangka waktu RP dapat satu hari (overnight) atau untuk beberapa hari sesuai dengan kesepakatan. Tingkat bunga pada umumnya dapat dirundingkan antara peminjam dan pemberi pinjaman dengan jumlah transaksi pada umumnya berkisar $1 juta atau lebih.

3. USAHA LEMBAGA KEUANGAN

Usaha lembaga keuangan yang utama adalah sebagai penerima dana yang kemudian disalurkan dalam bentuk pinjaman. Akan tetapi, lembaga-lembaga keuangan bank-bank komersial, bank tabungan, asosiasi simpan-pinjam, dan koperasi kredit juga menawarkan jasa-jasanya, seperti penyimpanan benda berharga, kartu kredit, leasing, pengelolaan rekening portofolio dana jangka panjang, dan saran-saran yang berkaitan dengan keuangan. Lembaga keuangan meminjamkan dan/atau menanamkan dana yang disimpan padanya dalam berbagai bentuk piranti keuangan. Dengan demikian, tujuan lembaga keuangan adalah mengupayakan agar aktiva dimilikinya dapat menghasilkan bunga yang lebih besar dibandingkan dengan bunga dana yang harus dibayarkan.

Lembaga keuangan, khususnya bank-bank komersial yang besar, berperan cukup besar di pasar uang. Bank-bank komersial yang besar, berkepentingan pada penerbitan hampir seluruh piranti keuangan sektor swasta; mereka menerbitkan NCD, menandatangani wwesel, yang membuat wesel-wesel berjangka dapat dipasarkan; mereka menyediakan dana kepada penerbit surat berharga pasar uang yang meminimalkan risiko piranti-piranti tersebut; dan mereka juga merupakan peserta yang aktif dalam transaksi jual-beli RP. Mereka juga berfungsi sebagai salah satu alternatif sumber dana bagi peminjam agar tidak menaikkan biaya di pasar uang, dan penyedia dana bagi mereka yang karena ukuran dan/atau kelayakannya sebagai penerima kredit, tidak dapat menerbitkan piranti pasar uang. Mereka menawarkan NCD dan pengganti piranti pasar uang kepada penanam modal yang tidak memiliki dana yang cukup untuk membeli piranti pasar uang.

Sumber : "Uang dan Bank" - Diulio

UANG SUATU PENGANTAR

I. UANG DAN PERTUKARAN

I.1 TINJAUAN MIKRO

Dengan adanya pemisah tenaga kerja dan spesialisasi faktor produksi diperlukan mekanisme tertentu untuk mendistribusikan output. Barter, penjatahan oleh pemerintah, dan penggunaan uang adalah pilihan-pilihan sistem distribusi yang tersedia. Dalam sistem barter, output yang berasal dari sumber daya lainnya. Dalam sistem pernyataan, pemerintah menentukan barang mana yang akan diterima oleh setiap unit ekonomi. Dan, dalam sistem moneter, para pemilik sumber daya ekonomi menerima pendapatan dalam bentuk uang yang dapat mereka tukarkan dengan barang dan jasa yang akan mereka pilih sendiri.

I.2 TINJAUAN MAKRO

Produksi serta distribusi barang dan jasa dalam suatu perekonomian yang menggunakan uang dapat digambarkan sebagai aliran perputaran uang.

Terlihat bahwa rumah tangga menerima pendapatan dari sewa atas penggunaan sumber daya ekonomi-tanah, tenaga kerja, dan modal. Mereka menggunakan pendapatannya yang berbentuk uang untuk membeli barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor usaha. Perubahan aliran uang, baik pada bagian atas maupun bawah, mengharuskan terjadinya perubahan harga output dan/atau kuantitasnya.

Dalam suatu perekonomian yang menggunakan uang, volume total output akhir, Q, dikalikan dengan harga jual rata-rata, P, akan sama dengan kuantitas uang yang ada di dalam perekonomian, yaitu sebesar M dikalikan dengan kecepatan perputaran uang V, (jumlah rata-rata perputaran uang tersebut), Yakni :

MV = PQ = Y

Dimana Y adalah nilai uang dari output barang dan jasa. Dengan demikian, persamaan pertukaran MV = Y adalah suatu identitas.

II. FUNGSI UANG

Secara implisit telah disebutkan tentang empat fungsi uang, yakni :

1) Alat pertukaran

Uang membantu melakukan alokasi sumber daya yang langka secara optimum, menyalurkan barang dan jasa secara efisien, dan membuka kebebasan dalam perekonomian untuk memperoleh barang dan jasa.

2) Unit perhitungan

Uang membantu dalam pengambilan keputusan ekonomi, yaitu sebagai pengukur unit dalam dolar dan sen (juga dalam rupiah-pen), yang kemudian dikenal sebagai harga, penerimaan, biaya, dan pendapatan.

3) Penyimpanan nilai

Uang memungkinkan pihak penerima pendapatan atau gaji menunda konsumsi (menabung) untuk jangka waktu yang tidak terbatas, karena uang dapat digunakan untuk konsumsi di masa yang akan datang. Uang yang akan disimpan sebagai penyimpan nilai merupakan aktiva liquid sempurna, karena unit uang dapat ditukarkan pada barang dan jasa.

4) Standar untuk pembayaran tertangguhkan

Uang memudahkan dalam pemberian kredit karena dapat dipakai untuk menetapkan unit pembayaran di masa yang akan datang.

III. STANDAR MONETER

Standar moneter adalah ramuan dari hukum yang berlaku, praktek, dan kebiasaan-kebiasaan yang mendasari penggunaan uang dalam suatu sistem perekonomian. Dalam hubungan itu ada dua standar moneter yang berbeda yaitu :

1. Standar Komoditas

Emas adalah komoditas yang pada umumnya menjadi acuan standar komoditas. Dalam standar emas, suatu negara (1) menetapkan suatu unit uang yang diukur dengan emas pada berat tertentu, (2) memungkinkan penawaran uang domestik ditetapkan dengan kuantitas emas domestik, dan (3) tidak membatasi arus emas internasional.

2. Standar Uang yang Tidak Konvertibel

Uang kartal yang tidak konvertibel adalah surat perjanjian pemerintah dan/atau bank-bank. Bagi uang yang tidak konvertibel tersebut, tidak ada satu pun komoditas yang menjadi penjamin.

IV. DEFINISI UANG

Uang adalah barang yang memenuhi setiap fungsi. Dengan demikian penentuan bahwa suatu barang adalah uang tergantung pada penggunaannya sebagai alat pertukaran, unit penghitung, penyimpanan nilai, dan sebagai standar pembayaran yang ditangguhkan.

V. HARGA DAN NILAI UANG

Apabila suatu perekonomian menganut standar komoditas maka harga uang sama dengan kandungan komoditas yang mendefinisikannya. Sementara itu, dalam suatu perekonomian yang menganut standar uang yang tidak konvertibel, harga uang didefinisikan atau diukur oleh dirinya sendiri.

Sumber : "Uang dan Bank" - Diulio

Selasa, 02 November 2010

EKONOMI DI INDONESIA

Indonesia memiliki ekonomi berbasis-pasar di mana pemerintah memainkan peranan penting. Pemerintah memiliki lebih dari 164 BUMN dan menetapkan harga beberapa barang pokok, termasuk bahan bakar, beras, dan listrik. Setelah krisis finansial Asia yang dimulai pada pertengahan 1997, pemerintah menjaga banyak porsi dari aset sektor swasta melalui pengambilalihan pinjaman bank tak berjalan dan asset perusahaan melalui proses penstrukturan hutang.

A. LATAR BELAKANG

Selama lebih dari 30 tahun pemerintahan Orde Baru (Presiden Soeharto), ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita $70 menjadi lebih dari $1.000 pada 1996. Melalui kebijakan moneter dan keuangan yang ketat, inflasi ditahan sekitar 5%-10%, rupiah stabil dan dapat diterka, dan pemerintah menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari anggaran pembangunan dibiayai melalui bantuan asing.

Pada pertengahan 1980-an pemerintah mulai menghilangkan hambatan kepada aktivitas ekonomi. Langkah ini ditujukan utamanya pada sektor eksternal dan finansial dan dirancang untuk meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan di bidang ekspor non-minyak. GDP nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati 7% dari 1987-1997, dan banyak analisis mengakui Indonesia sebagai ekonomi industri dan pasar utama yang berkembang.

Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dari 1987-1997 menutupi beberapa kelemahan struktural dalam ekonomi Indonesia. Sistem legal sangat lemah, dan tidak ada cara efektif untuk menjalankan kontrak, mengumpulkan hutang, atau menuntut atas kebangkrutan. Aktivitas bank sangat sederhana, dengan peminjaman berdasarkan "collateral" menyebabkan perluasan dan pelanggaran peraturan, termasuk batas peminjaman. Hambatan non-tarif, penyewaan oleh perusahaan milik negara, subsidi domestik, hambatan ke perdagangan domestik, dan hambatan eksporseluruhnya menciptakan gangguan ekonomi.

Krisis finansial Asia Tenggara yang melanda Indonesia pada akhir 1997 dengan cepat berubah menjadi sebuah krisis ekonomi dan politik. Respon pertama Indonesia terhadap masalah ini adalah menaikkan tingkat suku bunga domestik untuk mengendalikan naiknya inflasi dan melemahnya nilai tukar rupiah, dan memperketat kebijakan fiskalnya. Pada Oktober 1997, Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) mencapai kesepakatan tentang program reformasi ekonomi yang diarahkan pada penstabilan ekonomi makro dan penghapusan beberapa kebijakan ekonomi yang dinilai merusak, antara lain Program Permobilan Nasional dan monopoli, yang melibatkan anggota keluarga Presiden Soeharto. Rupiah masih belum stabil dalam jangka waktu yang cukup lama, hingga pada akhirnya Presiden Suharto terpaksa mengundurkan diri pada Mei 1998. Di bulan Agustus 1998, Indonesia dan IMF menyetujui program pinjaman dana di bawah Presiden B.J Habibie. Presiden Gus Dur yang terpilih sebagai presiden pada Oktober 1999 kemudian memperpanjang program tersebut.

B. KAJIAN PENGELUARAN PUBLIK

Sejak krisis keuangan Asia di akhir tahun 1990-an, yang memiliki andil atas jatuhnya rezim Suharto pada bulan Mei 1998, keuangan publik Indonesia telah mengalami transformasi besar. Krisis keuangan tersebut menyebabkan kontraksi ekonomi yang sangat besar dan penurunan yang sejalan dalam pengeluaran publik. Tidak mengherankan utang dan subsidi meningkat secara drastis, sementara belanja pembangunan dikurangi secara tajam.

Saat ini, satu dekade kemudian, Indonesia telah keluar dari krisis dan berada dalam situasi dimana sekali lagi negara ini mempunyai sumber daya keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Perubahan ini terjadi karena kebijakan makroekonomi yang berhati-hati, dan yang paling penting defisit anggaran yang sangat rendah. Juga cara pemerintah membelanjakan dana telah mengalami transformasi melalui "perubahan besar" desentralisasi tahun 2001 yang menyebabkan lebih dari sepertiga dari keseluruhan anggaran belanja pemerintah beralih ke pemerintah daerah pada tahun 2006. Hal lain yang sama pentingnya, pada tahun 2005, harga minyak internasional yang terus meningkat menyebabkan subsidi minyak domestik Indonesia tidak bisa dikontrol, mengancam stabilitas makroekonomi yang telah susah payah dicapai. Walaupun terdapat risiko politik bahwa kenaikan harga minyak yang tinggi akan mendorong tingkat inflasi menjadi lebih besar, pemerintah mengambil keputusan yang berani untuk memotong subsidi minyak.

Keputusan tersebut memberikan US$10 milyar tambahan untuk pengeluaran bagi program pembangunan. Sementara itu, pada tahun 2006 tambahan US$5 milyar telah tersedia berkat kombinasi dari peningkatan pendapatan yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil secara keseluruhan dan penurunan pembayaran utang, sisa dari krisis ekonomi. Ini berarti pada tahun 2006 pemerintah mempunyai US$15 milyar ekstra untuk dibelanjakan pada program pembangunan. Negara ini belum mengalami 'ruang fiskal' yang demikian besar sejak peningkatan pendapatan yang dialami ketika terjadi lonjakan minyak pada pertengahan tahun 1970an. Akan tetapi, perbedaan yang utama adalah peningkatan pendapatan yang besar dari minyak tahun 1970-an semata-mata hanya merupakan keberuntungan keuangan yang tak terduga. Sebaliknya, ruang fiskal saat ini tercapai sebagai hasil langsung dari keputusan kebijakan pemerintah yang hati hati dan tepat.

Walaupun demikian, sementara Indonesia telah mendapatkan kemajuan yang luar biasa dalam menyediakan sumber keuangan dalam memenuhi kebutuhan pembangunan, dan situasi ini dipersiapkan untuk terus berlanjut dalam beberapa tahun mendatang, subsidi tetap merupakan beban besar pada anggaran pemerintah. Walaupun terdapat pengurangan subsidi pada tahun 2005, total subsidi masih sekitar US$ 10 milyar dari belanja pemerintah tahun 2006 atau sebesar 15 persen dari anggaran total.

Berkat keputusan pemerintahan Habibie (Mei 1998 - Agustus 2001) untuk mendesentralisasikan wewenang pada pemerintah daerah pada tahun 2001, bagian besar dari belanja pemerintah yang meningkat disalurkan melalui pemerintah daerah. Hasilnya pemerintah propinsi dan kabupaten di Indonesia sekarang membelanjakan 37 persen dari total dana publik, yang mencerminkan tingkat desentralisasi fiskal yang bahkan lebih tinggi daripada rata-rata OECD.

Dengan tingkat desentralisasi di Indonesia saat ini dan ruang fiskal yang kini tersedia, pemerintah Indonesia mempunyai kesempatan unik untuk memperbaiki pelayanan publiknya yang terabaikan. Jika dikelola dengan hati-hati, hal tersebut memungkinkan daerah-daerah tertinggal di bagian timur Indonesia untuk mengejar daerah-daerah lain di Indonesia yang lebih maju dalam hal indikator sosial. Hal ini juga memungkinkan masyarakat Indonesia untuk fokus ke generasi berikutnya dalam melakukan perubahan, seperti meningkatkan kualitas layanan publik dan penyediaan infrastruktur seperti yang ditargetkan. Karena itu, alokasi dana publik yang tepat dan pengelolaan yang hati-hati dari dana tersebut pada saat mereka dialokasikan telah menjadi isu utama untuk belanja publik di Indonesia kedepannya.

Sebagai contoh, sementara anggaran pendidikan telah mencapai 17.2 persen dari total belanja publik- mendapatkan alokasi tertinggi dibandingkan sektor lain dan mengambil sekitar 3.9 persen dari PDB pada tahun 2006, dibandingkan dengan hanya 2.0 persen dari PDB pada tahun 2001 - sebaliknya total belanja kesehatan publik masih dibawah 1.0 persen dari PDB. Sementara itu, investasi infrastruktur publik masih belum sepenuhnya pulih dari titik terendah pasca krisis dan masih pada tingkat 3.4 persen dari PDB. Satu bidang lain yang menjadi perhatian saat ini adalah tingkat pengeluaran untuk administrasi yang luar biasa tinggi. Mencapai sebesar 15 persen pada tahun 2006, menunjukkan suatu penghamburan yang signifikan atas sumber daya publik.


KESIMPULAN :

Menurut salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia, berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi barang dan jasa yang disertai dengan tindakan secara rasional maupun irasional dalam menentukan suatu motif intrinsik serta motif ekstrinsik sesuai dengan prinsip ekonomi.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_Indonesia

SEJARAH TEORI EKONOMI

I.

Sejarah Perkembangan Teori Ekonomi adalah suatu pemikiran kapitalisme yang terlebih dahulu yang harus dilacak melalui sejarah perkembangan pemikiran ekonomi dari era Yunani kuno sampai era sekarang. Aristoteles adalah yang pertama kali memikirkan tentang transaksi ekonomi dan membedakan diantaranya antara yang bersifat "natural" atau "unnatural".

· Transaksi natural terkait dengan pemuasan kebutuhan dan pengumpulan kekayaan yang terbatasi jumlahnya oleh tujuan yang dikehendakinya.

· Transaksi un-natural bertujuan pada pengumpulan kekayaan yang secara potensial tak terbatas.

Dia menjelaskan bahwa kekayaan unnatural tak berbatas karena dia menjadi akhir dari dirinya sendiri ketimbang sebagai sarana menuju akhir yang lain yaitu pemenuhan kebutuhan. Contoh dari transaksi ini disebutkan adalah perdagangan moneter dan retail yang dia ejek sebagai "unnatural" dan bahkan tidak bermoral. Pandangannya ini kelak akan banyak dipuji oleh para penulis Kristen di Abad Pertengahan.

Aristotles juga membela kepemilikan pribadi yang menurutnya akan dapat memberi peluang seseorang untuk melakukan kebajikan dan memberikan derma dan cinta sesama yang merupakan bagian dari “jalan emas” dan “kehidupan yang baik ala Aristotles.

Chanakya (c. 350-275 BC) adalah tokoh berikutnya. Dia sering mendapat julukan sebagai Indian Machiavelli. Dia adalah professor ilmu politik pada Takshashila University dari India kuno dan kemudian menjadi Prime Minister dari kerajaan Mauryan yang dipimpin oleh Chandragupta Maurya. Dia menulis karya yang berjudul Arthashastra (Ilmu mendapatkan materi) yang dapat dianggap sebagai pendahulu dari Machiavelli's The Prince. Banyak masalah yang dibahas dalam karya itu masih relevan sampai sekarang, termasuk diskusi tentang bagaimana konsep manajemen yang efisien dan solid, dan juga masalah etika di bidang ekonomi. Chanakya juga berfokus pada isu kesejahteraan seperti redistribusi kekayaan pada kaum papa dan etika kolektif yang dapat mengikat kebersamaan masyarakat.

Tokoh pemikir Islam juga memberikan sumbangsih pada pemahaman di bidang ekonomi. Ibn Khaldun dari Tunis (1332–1406) menulis masalah teori ekonomi dan politik dalam karyanya Prolegomena, menunjukkan bagaimana kepadatan populasi adalah terkait dengan pembagian tenaga kerja yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang sebaliknya mengakibatkan pada penambahan populasi dalam sebuah lingkaran. Dia juga memperkenalkan konsep yang biasa disebut dengan Khaldun-Laffer Curve (keterkaitan antara tingkat pajak dan pendapatan pajak dalam kurva berbentuk huruf U).

Perintis pemikiran barat di bidang ekonomi terkait dengan debat scholastic theological selama Middle Ages. Masalah yang penting adalah tentang penentuan harga barang. Penganut Katolik dan Protestan terlibat dalam perdebatan tentang apa itu yang disebut “harga yang adil” di dalam ekonomi pasar. Kaum skolastik Spanyol di abad 16 mengatakan bahwa harga yang adil tak lain adalah harga pasar umum dan mereka umumnya mendukung filsafat laissez faire.

Selanjutnya pada era Reformation pada 16th century, ide tentang perdagangan bebas muncul yang kemudian diadopsi secara hukum oleh Hugo de Groot atau Grotius. Kebijakan ekonomi di Europe selama akhir Middle Ages dan awal Renaissance adalah memberlakukan aktivitas ekonomi sebagai barang yang ditarik pajak untuk para bangsawan dan gereja. Pertukaran ekonomi diatur dengan hukum feudal seperti hak untuk mengumpulkan pajak jalan begitu juga pengaturan asosiasi pekerja (guild) dan pengaturan religious dalam masalah penyewaan. Kebijakan ekonomi seperti itu didesain untuk mendorong perdagangan pada wilayah tertentu. Karena pentingnya kedudukan sosial, aturan-aturan terkait kemewahan dijalankan, pengaturan pakaian dan perumahan meliputi gaya yang diperbolehkan, material yang digunakan dan frekuensi pembelian bagi masing-masing kelas yang berbeda.

Niccolò Machiavelli dalam karyanya The Prince adalah penulis pertama yang menyusun teori kebijakan ekonomi dalam bentuk nasihat. Dia melakukannya dengan menyatakan bahwa para bangsawan dan republik harus membatasi pengeluarannya, dan mencegah penjarahan oleh kaum yang punya maupun oleh kaum kebanyakan. Dengan cara itu maka negara akan dilihat sebagai “murah hati” karena tidak menjadi beban berat bagi warganya. Selama masa Early Modern period, mercantilists hampir dapat merumuskan suatu teori ekonomi tersendiri. Perbedaan ini tercermin dari munculnya negara bangsa di kawasan Eropa Barat yang menekankan pada balance of payments. Tahap ini kerapkali disebut sebagai tahap paling awal dari perkembangan modern capitalism yang berlangsung pada periode antara abad 16th dan 18th, kerap disebut sebagai merchant capitalism dan mercantilism.

Merkantilisme adalah sebuah sistem perdagangan untuk profit, meskipun produksi masih dikerjakan dengan non-capitalist production methods. Karl Polanyi berpendapat bahwa capitalism belum muncul sampai berdirinya free trade di Britain pada tahun 1830. Di bawah merkantilisme, European merchants, diperkuat oleh sistem kontrol dari negara, subsidies, and monopolies, menghasilkan kebanyakan profits dari jual-beli bermacam barang. Dibawah mercantilism, guilds adalah pengatur utama dari ekonomi. Dalam kalimat Francis Bacon, tujuan dari mercantilism adalah :

"the opening and well-balancing of trade; the cherishing of manufacturers; the banishing of idleness; the repressing of waste and excess by sumptuary laws; the improvement and husbanding of the soil; the regulation of prices…"

Diantara berbagai mercantilist theory salah satunya adalah bullionism, doktrin yang menekankan pada pentingnya akumulasi precious metals. Mercantilists berpendapat bahwa negara seharusnya mengekspor barang lebih banyak dibandingkan jumlah yang diimport sehingga luar negeri akan membayar selisihnya dalam bentuk precious metals. Mercantilists juga berpendapat bahwa bahan mentah yang tidak dapat ditambang dari dalam negeri maka harus diimport, dan mempromosikan subsidi, seperti penjaminan monopoli protective tariffs, untuk meningkatkan produksi dalam negeri dari manufactured goods.

Para perintis mercantilism menekankan pentingnya kekuatan negara dan penaklukan luar negeri sebagai kebijakan utama dari economic policy. Jika sebuah negara tidak mempunyai supply dari bahan mentahnnya maka mereka harus mendapatkan koloni darimana mereka dapat mengambil bahan mentah yang dibutuhkan. Koloni berperan bukan hanya sebagai penyedia bahan mentah tapi juga sebagai pasar bagi barang jadi. Agar tidak terjadi suatu kompetisi maka koloni harus dicegah untuk melaksanakan produksi dan berdagang dengan pihak asing lainnya.

Selama the Enlightenment, physiocrats Perancis adalah yang pertama kali memahami ekonomi berdiri sendiri. Salah satu tokoh yang terpenting adalah Francois Quesnay. Diagram ciptaannya yang terkenal, tableau economique, oleh kawan-kawannya dianggap sebagai salah satu temuan ekonomi terbesar setelah tulisan dan uang. Diagram zig-zag ini dipuji sebagai rintisan awal bagi pengembangan banyak tabel dalam ekonomi modern, ekonometrik, multiplier Keynes, analisis input-output, diagram aliran sirkular dan model keseimbangan umum Walras.

Tokoh lain dalam periode ini adalah Richard Cantillon, Jaques Turgot, dan Etienne Bonnot de Condillac. Richard Cantillon (1680-1734) oleh beberapa sejarawan ekonomi dianggap sebagai bapak ekonomi yang sebenarnya. Bukunya Essay on the Naturof Commerce ini General (1755, terbit setelah dia wafat) menekankan pada mekanisme otomatis dalam pasar yakni penawaran dan permintaan, peran vital dari kewirausahaan, dan analisis inflasi moneter “pra-Austrian” yang canggih yakni tentang bagaimana inflasi bukan hanya menaikkan harga tetapi juga mengubah pola pengeluaran.

Jaques Turgot (1727-81) adalah pendukung laissez faire, pernah menjadi menteri keuangan dalam pemerintahan Louis XVI dan membubarkan serikat kerja (guild), menghapus semua larangan perdagangan gandum dan mempertahankan anggaran berimbang. Dia terkenal dekat dengan raja meskipun akhirnya dipecat pada 1776. Karyanya Reflection on the Formation and Distribution of Wealth menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang perekonomian. Sebagai seorang physiocrats, Turgot membela pertanian sebagai sektor paling produktif dalam ekonomi. Karyanya yang terang ini memberikan pemahaman yang baik tentang preferensi waktu, kapital dan suku bunga, dan peran enterpreneur-kapitalis dalam ekonomi kompetetitif.

Etienne Bonnot de Condillac (1714-80) adalah orang yang membela Turgot di saat-saat sulit tahun 1775 ketika dia menghadapi kerusuhan pangan saat menjabat sebagai menteri keuangan. Codillac juga merupakan seorang pendukung perdagangan bebas. Karyanya Commerce and Government (terbit sebulan sebelum The Wealth of Nation, 1776) mencakup gagasan ekonomi yang sangat maju. Dia mengakui manufaktur sebagai sektor produktif, perdagangan sebagai representasi nilai yang tak seimbang dimana kedua belah pihak bisa mendapat keuntungan, dan mengakui bahwa harga ditentukan oelh nilai guna, bukan nilai kerja.

Tokoh lainnya, Anders Chydenius (1729–1803) menulis buku The National Gain pada 1765 yang menerangkan ide tentang kemerdekaan dalam perdagangan dan industri dan menyelidiki hubungan antara ekonomi dan masyarakat dan meletakkan dasar liberalism, sebelas tahun sebelum Adam Smith menulis hal yang sama namun lebih komprehensif dalam “The Wealth of Nations”. Menurut Chydenius, demokrasi, kesetaraan dan penghormatan pada hak asasi manusia adalah jalan satu-satunya untuk kemajuan dan kebahagiaan bagi seluruh anggota masyarakat.

Merkantilisme mulai menurun di Great Britain pada pertengahan 18th, ketika sekelompok economic theorists, dipimpin oleh Adam Smith, menantang dasar-dasar mercantilist doctrines yang berkeyakinan bahwa jumlah keseluruhan dari kekayaan dunia ini adalah tetap sehingga suatu negara hanya dapat meningkatkan kekayaannya dari pengeluaran negara lainnya. Meskipun begitu, di negara-negara yang baru berkembang seperti Prussia dan Russia, dengan pertumbuhan manufacturing yang masih baru, mercantilism masih berlanjut sebagai paham utama meskipun negara-negara lain sudah beralih ke paham yang lebih baru.

Pemikiran ekonomi modern biasanya dinyatakan dimulai dari terbitnya Adam Smith's The Wealth of Nations, pada 1776, walaupun pemikir lainnya yang lebih dulu juga memberikan kontribusi yang tidak sedikit. Ide utama yang diajukan oleh Smith adalah kompetisi antara berbagai penyedia barang dan pembeli akan menghasilkan kemungkinan terbaik dalam distribusi barang dan jasa karena hal itu akan mendorong setiap orang untuk melakukan spesialisasi dan peningkatan modalnya sehingga akan menghasilkan nilai lebih dengan tenaga kerja yang tetap. Smith's thesis berkeyakinan bahwa sebuah sistem besar akan mengatur dirinya sendiri dengan menjalankan aktivits-aktivitas masing-masing bagiannya sendiri-sendiri tanpa harus mendapatkan arahan tertentu. Hal ini yang biasa disebut sebagai "invisible hand" dan masih menjadi pusat gagasan dari ekonomi pasar dan capitalism itu sendiri.

Smith adalah salah satu tokoh dalam era Classical Economics dengan kontributor utama John Stuart Mill and David Ricardo. John Stuart Mill, pada awal hingga pertengahan abad 19th, berfokus pada "wealth" yang didefinisikannya secara khusus dalam kaitannya dengan nilai tukar obyek atau yang sekarang disebut dengan price.

Pertengahan abad 18th menunjukkan peningkatan pada industrial capitalism, memberi kemungkinan bagi akumulasi modal yang luas di bawah fase perdagangan dan investasi pada mesin-mesin produksi. Industrial capitalism, yang dicatat oleh Marx mulai dari pertigaan akhir abad 18th, menandai perkembangan dari the factory system of manufacturing, dengan ciri utama complex division of labor dan routinization of work tasks; dan akhirnya memantapkan dominasi global dari capitalist mode of production.

Hasil dari proses tersebut adalah Industrial Revolution, dimana industrialist menggantikan posisi penting dari merchant dalam capitalist system dan mengakibatkan penurunan traditional handicraftskills dari artisans, guilds, dan journeymen. Juga selam masa ini, capitalism menandai perubahan hubungan antara British landowning gentry dan peasants, meningkatkan produksi dari cash crops untuk pasar lebih daripada yang digunakan untuk feudal manor. Surplus ini dihasilkan dengan peningkatan commercial agriculture sehingga mendorong peningkatan mechanization of agriculture.

Peningakatan industrial capitalism juga terkait dengan penurunan mercantilism. Pertengahan hingga akhir abad sembilan belas Britain dianggap sebagai contoh klasik dari laissez-faire capitalism. Laissez-faire mendapatkan momentum oleh mercantilism di Britain pada 1840s dengan persetujuan Corn Laws dan Navigation Acts. Sejalan dengan ajaran classical political economists, dipimpin oleh Adam Smith dan David Ricardo, Britain memunculkan liberalism, mendorong kompetisi dan perkembangan market economy.

Pada abad 19th, Karl Marx menggabungkan berbagai aliran pemikiran meliputi distribusi sosial dari sumber daya, mencakup karya Adam Smith, juga pemikiran socialisme dan egalitarianisme, dengan menggunakan pendekatan sistematis pada logika yang diambil dari Georg Wilhelm Friedrich Hegel untuk menghasilkan Das Kapital. Ajarannya banyak dianut oleh mereka yang mengkritik ekonomi pasar selama abad 19th dan 20th. Ekonomi Marxist berlandaskan pada labor theory of value yang dasarnya ditanamkan oleh classical economists (termasuk Adam Smith) dan kemudian dikembangkan oleh Marx. Pemikiran Marxist beranggapan bahwa capitalisme adalah berlandaskan pada exploitation kelas pekerja : pendapatan yang diterima mereka selalu lebih rendah dari nilai pekerjaan yang dihasilkannya, dan selisih itu diambil oleh kapitalis dalam bentuk profit.

Pada akhir abad 19th, kontrol dan arah dari industri skala besar berada di tangan financiers. Masa ini biasa disebut sebagai "finance capitalism," dicirikan dengan subordination proses produksi ke dalam accumulation of money profits dalam financial system. Penampakan utama capitalism pada masa ini mencakup establishment of huge industrial cartels atau monopolies; kepemilikan dan management dari industry oleh financiers berpisah dari production process; dan pertumbuhan dari complex system banking, sebuah equity market, dan corporate memegang capital melalui kepemilikan stock. Tampak meningkat juga industri besar dan tanah menjadi subject of profit dan loss oleh financial speculators. Akhir abad 19th juga muncul "marginal revolution" yang meningkatkan dasar pemahaman ekonomi mencakup konsep-konsep seperti marginalism dan opportunity cost. Lebih lanjut, Carl Menger menyebarkan gagasan tentang kerangka kerja ekonomi sebagai opportunity cost dari keputusan yang dibuat pada margins of economic activity.

Akhir 19th dan awal 20th capitalism juga disebutkan segagai era "monopoly capitalism," ditandai oleh pergerakan dari laissez-faire phase of capitalism menjadi the concentration of capital hingga mencapai large monopolistic atau oligopolistic holdings oleh banks and financiers, dan dicirikan oleh pertumbuhan corporations dan pembagian labor terpisah dari shareholders, owners, dan managers.

Perkembangan selanjutnya ekonomi menjadi lebih bersifat statistical, dan studi tentang econometrics menjadi penting. Statistik memperlakukan price, unemployment, money supply dan variabel lainnya serta perbandingan antar variabel-variabel ini, menjadi sentral dari penulisan ekonomi dan menjadi bahan diskusi utama dalam lapangan ekonomi. Pada quarter terakhir abad 19th, kemunculan dari large industrial trusts mendorong legislation di U.S. untuk mengurangi monopolistic tendencies dari masa ini. Secara berangsur-angsur, U.S. federal government memainkan peranan yang lebih besar dalam menghasilkan antitrust laws dan regulation of industrial standards untuk key industries of special public concern. Pada akhir abad 19th, economic depressions dan boom and bust business cycles menjadi masalah yang tak terselesaikan. Long Depression dari 1870s dan 1880s dan Great Depression dari 1930s berakibat pada nyaris keseluruhan capitalist world, dan menghasilkan pembahasan tentang prospek jangka panjang capitalism. Selama masa 1930s, Marxist commentators seringkali meyakinkan kemungkinan penurunan atau kegagalan capitalism, dengan merujuk pada kemampuan Soviet Union untuk menghindari akibat dari global depression.

Macroeconomics mulai dipisahkan dari microeconomics oleh John Maynard Keynes pada 1920s, dan menjadi kesepakatan bersama pada 1930s oleh Keynes dan lainnya, terutama John Hicks. Mereka mendapat ketenaran karena gagasannya dalam mengatasi Great Depression. Keynes adalah tokoh penting dalam gagasan pentingnya keberadaaan central banking dan campur tangan pemerintah dalam hubungan ekonomi. Karyanya "General Theory of Employment, Interest and Money" menyampaikan kritik terhadap ekonomi klasik dan juga mengusulkan metode untuk management of aggregate demand. Pada masa sesudah global depression pada 1930s, negara memainkan peranan yang penting pada capitalistic system di hampir sebagian besar kawasan dunia. Pada 1929, sebagai contoh, total pengeluaran U.S. government (federal, state, and local) berjumlah kurang dari sepersepuluh dari GNP; pada 1970s mereka berjumlah mencapai sepertiga. Peningkatan yang sama tampak pada industrialized capitalist economies, sepreti France misalnya, telah mencapai ratios of government expenditures dari GNP yang lebih tinggi dibandingkan United States. Sistem economies ini seringkali disebut dengan "mixed economies."

Selama periode postwar boom, penampakan yang luasa dari new analytical tools dalam social sciences dikembangkan untuk menjelaskan social dan economic trends dari masa ini, mencakup konsep post-industrial society dan welfare statism. Phase dari capitalism sejak awal masa postwar hingga 1970s memiliki sesuatu yang kerap disebut sebagai “state capitalism”, terutama oleh Marxian thinkers.

Banyak economists menggunakan kombinasi dari Neoclassical microeconomics dan Keynesian macroeconomics. Kombinasi ini, yang sering disebut sebagai Neoclassical synthesis, dominan pada pengajaran dan kebijakan publik pada masa sesudah World War II hingga akhir 1970s. pemikiran neoclassical mendapat bantahan dari monetarism, dibentuk pada akhir 1940s dan awal 1950s oleh Milton Friedman yang dikaitkan dengan University of Chicago dan juga supply-side economics.

Pada akhir abad 20th terdapat pergeseran wilayah kajian dari yang semula berbasis price menjadi berbasis risk, keberadaan pelaku ekonomi yang tidak sempurna dan perlakuan terhadap ekonomi seperti biological science, lebih menyerupai norma evolutionary dibandingkan pertukaran yang abstract. Pemahaman akan risk menjadi signifikan dipandang sebagai variasi price over time yang ternyata lebih penting dibanding actual price. Hal ini berlaku pada financial economics dimana risk-return tradeoffs menjadi keputusan penting yang harus dibuat.

Masa postwar boom yang lama berakhir pada 1970s dengan adanya economic crises experienced mengikuti 1973 oil crisis. “stagflation” dari 1970s mendorong banyak economic commentators politicians untuk memunculkan neoliberal policy diilhami oleh laissez-faire capitalism dan classical liberalism dari abad 19th, terutama dalam pengaruh Friedrich Hayek dan Milton Friedman. Terutama, monetarism, sebuah theoretical alternative dari Keynesianism yang lebih compatible dengan laissez-faire, mendapat dukungan yang meningkat increasing dalam capitalist world, terutama dibawah kepemimpinan Ronald Reagan di U.S. dan Margaret Thatcher di UK pada 1980s.

Area perkembangan yang paling pesat kemudian adalah studi tentang informasi dan keputusan. Contoh pemikiran ini seperti yang dikemukakan oleh Joseph Stiglitz. Masalah-masalah ketidakseimbangan informasi dan kejahatan moral dibahas disini seperti karena mempengaruhi modern economic dan menghasilkan dilema-dilema seperti executive stock options, insurance markets, dan Third-World debt relief.


KESIMPULAN :

Setelah dipelajari dan saya analisis perkembangan ekonomi berdasarkan pemikiran kapitalisme dari era yunani kuno sampai sekarang. Beberapa pakar mengemukakan pendapatnya mengenai ekonomi atau kegiatan ekonomi. Salah satunya yang saya ambil ialah pendapat dari Aristoteles yaitu pendapatnya tentang transaksi ekonomi dan membedakan antara yang bersifat natural dan unnatural. Aristoteles juga memperkuat kepemilikan pribadi yang menurutnya akan memberikan peluang untuk seseorang melakukan kebajikan dan memberikan derma dan cinta sesama, yang merupakan bagian dari jalan emas dan kehidupan yang baik.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_teori_ekonomi